Slider

Powered by Blogger.

Inspirasi

Misteri

Health

Fashion

Kuliner

Video Rekomentasi




Ketika Singapura diproklamasikan, masyarakat Negara ini memiliki kebiasaan buruk yaitu meludah. Dahulu rakyat singapura menyatakan sesuatu dengan bahasa meludah. Kalau marah meludah, mencium bau busuk meludah dan kalau tertawa meludah. Karakter anah dan sepele inilah yang mula-mula diberanta oleh Perdana Menteri Lee Kwan Yew. Lantas dia membuat undang-undang atau peraturan yaitu barang siapa yang meludah akan di denda atau masuk penjara. Hasil dari ketegasan Lee ini, singapura menjadi kota terbersih di Dunia (Razak Samik Ibrahim, 2011).

Di jepang ada sebuah tempat jual beli yang lokasinya sangat dekat dengan kawasan perkebunan. Tidak bisa kita menyebutnya dengan sebuah pasar, karena hanya terdapat beberapa lapak tempat petani local berjualan. Lapak itu berisi aneka buah, sayur-mayur dan hasil pertanian kebun lainnya,beserta daftar harga maing-masing. Di sediakan pula  tempat mearuh uang barang yang dibeli, serta tempat uang kembalian. Lapak itu tidak ditunggui pemiliknya, tetapi jika ada yang mau membeli sesuatu tinggal melihat daftar harga barang yang diinginkan, lalu meletakan uang sejumlah harga yang tertera pada sebuah tempat mirip celengan. Apakah petani local pemilik lapak itu tidak takut rugi, atau barang dagangannya habis dicuri para pembeli? Ternyata tidak, pembeli dengan tertib memasukan uang seharga barang yang dibelinya. Jika kebetulan ingin kembaliaan mereka mengambilnya pada tempat yang sudah disediakan.

Kejadian yang terjadi di Negara Singapura dan di Negara jepang tersebut sangat menakjubkan sekali dimana sebagian besar penduduk Negara tersebut mempunyai karakter yang sangat baik dan sangat menjungjung tinggi nilai kejujuran. Jika kita bandingkan karakter penduduk Singapura atau Jepang dengan karakter penduduk Indonesia tentu perbandingannya sangat jauh sekali. Jikalau pemerintah Indonesia mendirikan seribu wc umum di seluruh Indonesia dan di wc tersebut terdapat uang satu juta, satu bulan kemudian uang yang ada di wc tersebut sebagian besar mungkin sudah hilang.

Baru-baru ini, kita mendengar beberapa SMA/SMK Negeri mendirikan sebuah kantin sekolah yang disebut “kantin kejujuran”. Tujuan didirikannya kantin tersebut untuk tujuan mulia, diantaranya : Pertama,  menjadi media yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter luhut bagi anak didik sejak dini.Secara bertahap, diharapkan model kantin kejujuran ini akan membangun karakter dan budaya malu bagi generasi muda, khususnya untuk anak didik di SMA/SMK bersangkutan. Kedua, kantin kejujuran ini sejalan dengan pasal 30 UU Nomor 16 tahun 2004, dan tiga strategi Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi,yaitu preventif, represif, dan edukatif. Ketiga , sangat relevan dengan proses perkembangan psikologi anak didik, khususnya dalam hal pembiasaan dan pembentukan perilaku.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah kehadiran kantin kejujuran ini cukup efektif untuk menanamkan karakter kejujuran pada anak didik di sekolah? Ternyata belum. Kabarnya di beberapa SMA negeri yang memiliki kantin kejujuran itu mengaku bangkrut, dan gulung tikar. Menurut data, dari 617 kantin kejujuran di Kota Bekasi yang diresmikan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin pada Oktober 2008, tinggal 20 persen yang tetap eksis. Sebanyak 80 persen tutup akibat bangkrut karena ketidakjujuran pembeli. Kasus “tidak bayar” jajanan di kantin kejujuran itu, barangkali hanya sebagian kecil dari sekian contoh “amburadulnya” moralitas generasi muda kita.

Berbagai alternative guna mengatasi krisis karakter  memang sudah dilakukan pemerintah beserta stakeholders. Seperti membuat peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternative lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak untuk mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu yaitu melalui pendidikan karakter.

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Post Comments
Viewed Articles
Thanks For Your Comment Here