Slider

Powered by Blogger.

Inspirasi

Misteri

Health

Fashion

Kuliner

Video Rekomentasi

    
 Apa yang dilakukan oleh partai politik dan para kandidatnya dengan melakukan proses kampanye yang jor-joran merupaka respon dari perkembangan demokrasi yang saat ini mengembangkan sistem demokrasi elektoral. Kemenangan sebuah pertarungan politik sangat dientukan oleh banyaknya jumlah pilihan langsung masyarakat. Untuk  “mencuri” perhatian rakyat, diperlukan upaya untuk meyakinkan, setidaknya popularitas dan elektabilitas. Kampanye tidak harus dengan berorasi di lapangan terbuka dengan di tonton ribuan bahkan juataan masa. Di era digital ini partai politik, calon legislatif, maupun calon presiden dapat memanfaatkan teknologi dalam berkampanye untuk menggaet hati masyarakat supaya mendukungnya. Selain itu juga partai politik, calon legislatif, maupun calon presiden dituntut harus berpikir kreatif dalam melakukan kampanye politik kepada masyarakat, karena saat ini rakyar sudah bosen dengan kampanye yang monoton dan hanya berbicara janji saja.
    Semakin terbukanya proses pemilihan yang dilakukan dalam sistem politik kita, menurut Asep S.Muhtadi, setidaknya kini kita menghadapi tiga konsekuensi. Pertama, adanya pergeseran politik dalam ruangan ke politik luar ruangan. Dulu, untuk memilih Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, cukup dilakukan di ruang sempit yang disebut gedung Parlemen. Namun kini, hiruk pikuk itu berpindah ke wilayah publik yang terbuka sebab melibatkan seluruh rakyat (dipilih langsung oleh rakkyat). Kedua, terbangunnya electorate, yaitu pemilih sebagai penentu. Untuk meyakinkan publik sebagi penentu kemenangan, para kandidt harus membujuk para pemilih dengan berbagai cara. Ketiga, berubahnya corak hubungan antara partai politik, politikus, anggota partai, dan pemilih. Sejak pemilu 2009 dengan sistem suara terbanyak, gesekan tidak hanya terjadi antar partai, tetapi dengan sesama kader satu patai. Begitu pun di tingkat grassroot, masyarakat tidak hanya terkotak-kotak dalam ruang partai dan ideologi partai tertentu, tetapi lebih tersebar pada titik-titik yang lebih sempit karena gesekan itu bisa terjadi pada setiap calon legislatif.
Untuk melakukan kampanye dalam konteks pemasaran politik, setidaknya partai politik dapat melakukannya dalam tiga aspek, Pertama, mendefinisikan diri dan organisasi, mengukur potensi, kekuatan dan kelemahan, menjadikan partai berorietasi pada pemilih. Dengan demikian, partai politik tidak hanya berorientasi ke dalam sebab, publikah yang kemudian akan menentukan kemenangannya. Kedua, mendefinisikan pasar politik. Publik sebagai pasar politik harus dipahami sebagai bagian dari struktur masyarakat, baik dari sisi pendidikan, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu, publik juga dapat dipisahkan dari posisisnya, apakah sebagai donatur, simpatisan, atau pendukung. Ketiga, delivery, yaitu proses penyampaian pesan-pesan politik agar menyentuh electorate. Strategi ini dapat dilakukan secara langsung ataupun menggunakan media masa.
Agar lebih tepat sasaran dalam melakukan kampanye politik, partai politik sebaiknya melakukan analisis perilaku pemilih terlebih dahulu. Analisis perilaku pemilih ini dilakukan untuk memahami pola pembuatan keputusan dalam memilih dan faktor lain yang memengaruhi . keputusan publik untuk menjatuhkan pilihan politiknya, setidaknya didasarkan pada tiga hal : pertama, problem solving (pemenuhan kebutuhan), apakah partai politik itu fungsional atau tidak. Jika partai politik tidak bisa menyelesaikan persoalan, kehadirannya belum tentu di butuhkan publik. Kedua, rasional (fungsi dan kegunaan). Ketiga, hedonic benefits (emosi, cita rasa dan estetika). Faktor lain yang turut memengaruhi perilaku pemilih adalah lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh personal dan keluarga, serta situasi setempat.

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Post Comments
Viewed Articles

5 komentar

iya harus yang aneh biar nantinya kepilih .. ckckc

Politik itukan yang jual" obat kan gan

jualan remi kang . . hhha

Semakin Aneh Ajh Nih Negri -_-

Thanks For Your Comment Here